Senin, 07 Januari 2013

Teori Pendukung Pembelajaran Realistik

Teori Piaget
            Teori Piaget berpendapat bahwa perkembangan intelektual manusia dikendalikan oleh dua fungsi biologis utama yaitu organization dan adaption (Piaget, 1952). Organization adalah konsep Piaget yang berarti usaha mengelompokkan perilaku yang terpisah-pisah ke dalam urutan yang teratur, ke dalam system fungsi kognitif. Setiap level pemikiran akan diorganisasikan. Perbaikan terus menerus terhadap organisasi ini adalah bagian inheren dari perkembangan (Santrick, 2008). Adaption merupakan sebuah fungsi untuk menyesuaikan individu terhadap lingkungan dimana individu itu tinggal dan di dalamnya meliputi dua proses yang tak terpisahkan yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah sebuah proses yang menggabungkan pengetahuan yang baru ke dalam skema yang dimiliki individu yang sudah ada.
            Di lain pihak, proses adaptasi yang lainnya, akomodasi, cenderung untuk menyesuaikan skema yang ada atau secara langsung menciptakan sebuah skema yang baru utnuk menyesuaikan pengalaman atau informasi yang baru. Asimilasi dan akomodasi penting untuk proses ekuilibrasi. Piaget berpendapat bahwa ada gerakan yang kuat antara keadaan ekulibrium kognitif dan disekuilibrium saat asimilasi dan akomodasi bekerja sama dalam menghasilkan perubahan kognitif (Santrock, 2008). Ada sebuah control biologis yang digunakan untuk mengejar sebuah keadaan yang optimal tentang keseimbangan antara struktur kognitif seorang individu dengan lingkungan yang ditinggalinya. Ketika seseorang berinteraksi dengan lingkungannya, orang itu akan mencapai proses ekuilibrasi jika struktur kognitif yang sudah ada bekerja dengan baik untuk menjelasakan pengetahuan yang baru didapatkan. Ketika struktur kognitif yang sudah ada gagal untuk bereaksi terhadap informasi yang baru, disekuilibrium menyebabkan seseorang melakukan pengejaran terhadap reekuilibrasi terhadap struktur kognitif yang ada. Individu ti akan beranjak naik ke tingkat perkembangan ekuilibrasi yang  lebih tinggi setelah proses akomodasi terlaksana.
            Salah satu strategi pengajaran utama yang berdasarkan pada konstruktivisme adalah strategi konfllik kognitif. Strategi ini berkembang berdasarkan pada asumsi yang menyebutkan bahwa pengetahuan siswa yang sebelumnya mempengaruhi bagaimana cara mereka mempelajari pengetahuan yang baru dan membentuk gambaran ide yang baru. Strategi ini adalah sebuah keadaan dimana siswa merasa adanya ketidakcocokan antara struktur kognitif mereka dengan keadaan lingkungan sekitarnya atau antara komponen-komponen dari struktur kognitif mereka (Lee et al, 2003). Pada gambaran ide yang ada pada siswa saat ini ditemukan permasalahan ilmiah, bila permasalahan ini terus dibiarkan, maka akan menghambat siswa untuk mendapatkan ide ilmiah di kelas. Para siswa mungkin tidak sadar bahwa pemahaman mereka itu tidak sesuai dengan pengertian yang diberikan oleh para pengajar (Tall, 1997). Pengajar pu justru memiliki kekurangan pada kewaspadaan tentang kurangnya pemahaman diakibatkan oleh pemahaman siswa yang tidak tepat terus dibiarkan. Seperti yang dikatakan oleh Maier (Pathare & Pradhan, 2004). Sebuah cara untuk memecahkan atau mencegah miskonsepsi adalah menghadapkan secara langsung miskonsepsi itu dengan sebuah pengalaman yang menyebabkan ketidakseimbangan yang diikuti oleh akomodasi yang disebutkan pada teori Piaget.
            Strategi pengajaran konflik kognitif ini mengikuti cara yang secara nyata menentang ide-ide siswa yang sudah ada dalam rangka untuk memberanikan siswa dalam mengidntifikasi masalah pemahaman mereka sendiri dan untuk memotivasi mereka dalam membangun sebuah pemahaman yang tepat.

Teori Vygotsky
            Vygotsky (dalam Ibrahim, 1998: 18) berpendapat bahwa proses pembentukan dan pengembangan pengetahuan anak tidak terlepas dari faktor interaksi sosialnya melalaui intersaksi dengan teman dan lingkungannya, seoarang anak terbantu perkembangan intelektualnya. Pandangan Vygotsky tentang arti penting interaksi social dalam perkembangan intelektual anak tampak dari empat kunci yang membangun teorinya, yaitu :
a.                   Penekanan pada hakikat social
b.                  Wilayah perkembangan terdekat (zone of proximal development)
c.                   Pemagangan kognitif (cognitive apprenticeship)
d.                  Pemberian bantuan (scaffolding)
Salah satu karakteristik dalam pembelajaran matematika realisitik adalah penemuan konsep dan pemecahan masalah sebagai hasil seumbang gagasan para siswa. Kontribusi gagasan tersebut dapat diwujudkan melalui proses pembelajaran yang di dalamnya terdapat interaksi antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan guru atau antara siswa dengan lingkungannya. Dengan demikian, selain ada kativitas mental yang bersifat personal, dalam pembelajaran matematika realistik guru perlu mendorong munculnya interaksi sosial antar anggota kelasdalam proses membangun pengetahuan.
Melalui interaksi sosial tersebut siswa yang lebih mampu berkesempatan  menyampaikan pemahaman yang dimilikinya pada siswa lain yang lebih lemah. Hal ini memungkinkan bagi siswa yang lebih lemah tersebut memperoleh peningkatan dari perkembangan aktual ke perkembangan potensial atas bantuan siswa yang lebih mampu. Sedangkan di sisi lain guru mempunyai peran dalam membantu siswa yang kesulitan dengan member arah, petunjuk, peringatan, dan dorongan.
Dengan demikian tampak jelas bahwa proses pembelajaran matematika realistik sejalan dengan teori Vygotsky yang memberikan tekanan pada pentingnya interaksi sosial dalm perkembangan intelektual anak. Dalam hal ini, interaksi sosial antar anggota kelas dapat diwujudkan melalui tahap mendiskusikan dan menegosiasikan penyelesaian masalah di tingkat kelompok maupun tingkat kelas. Dalam diskusi kelompok maupun kelas tersebut guru perlu mendorong semangat saling berbagi dan menghargai pandangan pihak lain. Sedangkan interaksi yang dapat dibangun oleh guru dengan para siswa adalah dengan memberikan bantuan seperlunya tanpa harus membatasi keleluasaan siswa mengekspresikan ide-idenya.

Teori Ausubel
            David Ausubel mengemukakan teori tentang meaningful learning, reinforcement, law of effect, law of readiness, dan law of exercise. Meaningful learning diartikan sebagai belajar bermakna, yaitu belajar dengan melalui tahapan mengetahui, memahami, mengaplikasikan, dan memilikinya untuk dimanfaatkan lebih lanjut. Belajar dengan cara menghapal saja tidak bermakna, misalnya guru menerangkan 3 x 4 = 12 kemudian dihafalkan adalah belajar pada tahap mengetahui saja  namun belum bermakna, karena siswa belum tentu mengerti mengapa hasilnya 12.
            Vernon A Madnesen dan Peter Sheal (dalam Suherman, 2008) mengemukakan bahwa kebermaknaan belajar tergantung bagaimana cara belajar. Jika belajar hanya dengan membaca kebermaknaan bias mencapai 10%, dari mendengar 20%, dari melihat 30%, mendengar dan melihat 50%, mengatkan-komunikasi mencapai 70%, dan belajar serta mengkomunikasikan bias mencapai kebermaknaan 90%.
            Salah satu karakteritik pembelajaran matematika realistik adalah penggunaan konteks. Penggunaan konteks dalam pembelajaran matematika realistik berarti bahwa lingkungan keseharian atau pengetahuan yang telah dimiliki siswa dapat dijadikan sebagaibagian materi belajar bagi siswa. Apa yang terjadi di sekitar siswa maupun pengetahuan yang dimiliki siswa merupakan bahan ynag berharga untuk dijadikan sebagai permasalahan kontekstual yang menjadi titik tolak aktivitas berpikir siswa. Permasalahan yang demikian lebih bermakna bagi siswa karena masih dalam jangkauan pengetahuan yang dimiliki siswa sebelumnya. Oleh sebab itu, untuk memecahkan masalah kontekstual seoarang siswa harus dapat mengaitkan pengetahuan yang dimilikinya dengan permasalahan tersebut.
            Dengan demikian seorang siswa akan berhasil memecahkan masalah kontekstual jika ia mempunyai cukup pengetahuan yang terkait dengan masalah tersebut. Selain itu siswa juga harus dapat menerapkan pengetahuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan masalah kontekstual tersebut. Dengan demikian penyajian masalah kontekstual untuk siswa dalam pembelajaran matematika realistik sejalan dengan teori belajar bermakna Ausubel.

Teori Bruner
            Jerome Bruner mengemukakan bahwa belajar akn efektif jika menggunakan struktur konsep sehingga tampak keterkaitan antara konsep yang satu dengan konsep yang lainnya. Bruner mengemukakan bahwa belajar yang baik adalah dengan cara menipulasi benda-peraga dari alam kehidupan sekitar siswa (local material), dengan cara ini pemaknaan terhadap materi bahan belajar menjadi kuat tertanam dalam kognitif siswa. Pemanipulasian benda konkret tersebut hendaknya dilakukan dengan proses komunikasi secara bertahap, yaitu enactive dengan cara memanipulasi benda konkret secara nyata, iconic dengan cara memanipulasi benda semi konkret-model-gambar, dan symbolic dengan memanipulasi simbol abstrak.
            Selanjutnya, Bruner mengemukakan pula teorema konstruksi dan teorema notasi. Teorema konstruksi (penyusunan) adalah bahwa siswa akan memahami suatu konseo jika mereka diajak bersama mengkonstruksi konsep tersebut, tidak diberitahukan begitu saja seolah matemtika itu adalah kumpulan aturan. Siswa diajak membangun pengertian. Teorema notasi adalah bahwa matematika menggunakan bahasa notasi (simbol) yang disebut bahasa matematika. Akan tetapi penggunaan notasi hendaknya menggunakan lambing-lambang yang sesuai dengan tahap berpikir siswa.

0 komentar:

Posting Komentar